Ini yang namanya daun Gedi (Nama lokal umum di seluruh Sulawesi Utara). Nama Latin dan nama Indonesianya belum kutemukan. Sudah kucari-cari di ensiklopedi botani dan search di Google tidak pernah ketemu. Daun ini adalah bahan baku sayuran paling favorit di Sulawesi Utara pada umumnya.
Sebenarnya ada beberapa situs dan blog yang menyebut daun gedi tapi ternyata data dan foto berbeda dengan gedi yang dikenal luas dan familiar bagi orang Sulawesi Utara. Misalnya di
(Dua ang terakhir ini terlalu memuja gedi sebagai sayurnya orang Bolmong. Mauuuunya..... Coba baku bataru deng orang Sanger deng Minahasa makang sayor gedi.... hehehe
just kiding). Jika disebutkan bahwa gedi di negara lain dikenal dengan namanya seperti:
Inggris: Edible hibiscus
Thailand: Po fai
Pilipina: Lagikway (lagikuway?)
coba bandingkan dengan link berikut untuk masing-masing nama.
Inggris
http://en.wikipedia.org/wiki/Hibiscus atau
http://en.wikipedia.org/wiki/Edible_flower
Thailand
http://th.wikipedia.org/wiki/%E0%B8%8A%E0%B8%9A%E0%B8%B2
Filipina
http://tl.wikipedia.org/wiki/Lagikway
Karena membingungkan, saya menantang para ahli botani di Indonesia umumnya dan di Manado khususnya untuk meneliti secara khusus daun gedi ini. Apalagi nama Latin dan nama Indonesianya belum diketahui. Atau barangkali ada pakar botani yang tahu dapat dibagikan informasinya di sini.
OK. Lepas dari soal nama, foto dan data pohon gedi, maupun kandungan kimiawinya, secara empirik daun ini menjadi sayuran favorit masyarakat Sulawesi Utara. Jika bikin tinutuan atau bubur Manado tanpa gedi berarti tidak lengkap atau bukan tinutuan. Begitu populernya gedi bagi masyarakat Sulut, sehingga ketika ada acara hajatan yang menyajikan sayur gedi (apalagi kalau dimasak santan) pasti gedi yang lebih dulu diserbu sampai ludes. Cuma sangat disayangkan, kendati sayur ini sangat populer dan merupakan sayuran favorit, sangat-sangat jarang ada restoran atau rumah makan yang menjual sayur gedi. Bahkan tidak ada satupun usaha catering pernah menyediakan menu sayur gedi. Paling tidak, hanya ada satu restoran di Manado yang menjualnya, yakni restoran ...... (aku lupa namanya) di tepi pantai Malalayang sekitar 250 meter sesudah RS Prof Kandouw.
Selain sebagai sayuran favorit dan sangat populer bagi orang Sulut, sayur (daun) gedi ternyata dipercaya memiliki khasiat obat antara lain untuk menyembuhkan asam urat, darah tinggi, susah buang air besar, maag, dan lain-lain. Bahkan bagi ibu hamil, sayur ini sangat disarankan untuk memperlancar kelahiran anak.
Cara membuat ramuannya adalah daun gedi direbus bisa ditambah rempah lain (jika mau) seperti sereh, pandan, kemangi, tomat, cabe utuh (tidak digiling/dipotong/dipecah), dan sedikit garam. Sayurnya dan kuah dimakan bersama nasi atau hanya kuahnya diminum.
Lakukan 3 kali sehari.
Resep sayur Gedi:
Bahan:
Daun gedi 5 tangkai
Santan +/- 1000 cc dari 1 butir kelapa
Daun bawang 2 lembar
Daun padan 1/2 lebar
Bawang merah 3 siung
Cabe 10 buah
Ikan cakalang fufu sesuai selera
Cara memasak:
Semua rempah/bumbu dipotong-potong (kecuali cabe) lalu dimasak dengan setengah gelas santan dicampur 1 gelas air. Setelah mendidih masukkan dauh gedi yang sudah disobek-sobek. Biarkan terus sampai daun gedi layu sambil diaduk-aduk. Setelah lalyu, masukkan ikan cakalang fufu yang sudah dipotong-potong sesuai selera. Terakhir, masukkan sisa santan dan biarkan sampai mendidih sambil diaduk agar santan tidak pecah. Cicipi kandungan garamnya. Jika perlu ditambah, silakan ditambah. Jika keasinan, tambahkan sedikit air. Jika sudah pas, silakan diangkat dan disajikan panas-panas bersama nasi dan lauk lainnya. Hmmmmm. Ngileeeerrrrr.
Masakannya enak dan berkhasiat untuk kesehatan tubuh kita.
Berikut ini macam-macam daun gedi yang ada di Sulawesi Utara (belum semua sempat difoto).
Khasiatnya bisa untuk turunkan tekanan darah tinggi, dan kolesterol dengan cara meminum air rebusan gedi.
Juga penyakit lain seperti maag, melancarkan ibu-ibu ketika akan melahirkan dengan cara sering makan sayur ini menjelang hari persalinan dan masih banyak fungsi lainnya.
Info Tambahan
Sebuah tim Pasca Sarjana Unhas sempat melakukan penelitian kimiawi terhadap daun gedi. Judul penelitiannya adalah:
Standardisasi Mutu Ekstrak Daun Gedi ( Abelmoschus manihot (L.) Medik) Dan Uji Efek Antioksidan dengan Metode DPPH
Quality Standardisation of Gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik) Leaf Extract and Test of Antioxidant Effect with DPPH Method
A. Tenriugi Daeng Pine, Gemini Alam dan Faisal Attamim
Yang menjadi sedikit kendala untuk memahami hasil penelitian tersebut, gedi mana yang diteliti. Sebab, dari penelitian ini disebutkan ketinggian pohon gedi antara 1,2 sampai 1,8 m. Padahal gedi yang menjadi sayuran favorit di Sulawesi Utara memiliki ketinggian hingga sekitar 8 meter (setahu saya dan pernah dilihat sendiri di kampung) dengan cabang-cabang dan ranting yang jarang dan merentang lebar dengan ukuran barang bisa mencapai diameter 15 cm. Karena ukurannya yang besar biasanya dicari oleh nelayan untuk dibuatkan pelampung atau "bui" jaring. (Coba perhatikan pohon gedi yang sempat aku jepret di atas di mana yang tertinggi sekitar 3 meter tapi tidak ada bunganya). Ketinggian dan besaran batang gedi ini jarang terjadi karena gedi yang ditanam petani di Sulut sering dipetik pucuknya sepanjang sekitar sejengkal untuk dikonsumsi sebagai sayur. Jadi saya ragu dengan objek penelitian oleh peneliti Unhas ini, apakah pohon gedi sayurnya orang Sulut atau gedi yang termasuk jenis bunga-bungaan. Apalagi tidak dicantumkan foto tanaman yang diteliti.
Jika merujuk pada spesis daun gedi sebagaimana disebut dalam judul penelitian itu, berarti jenisnya seperti berikut ini:
Daun Gedi Abelmoschus manihot (L.) Medik. Sama atau berbeda dengan sayurnya orang Sulut?
Coba bandingkan dengan gedi di Sulawesi Utara yang nyaris tidak pernah berbunga karena sering dipanen. Kalau sampai berbunga, berarti sudah bertahun-tahun tidak pernah dipanen dan tumbuh liar di lahan bekas ladang.
Berikut ini saya kutip bagian pendahuluan dari hasil penelitian itu dan untuk melihat naskah lengkapnya dapat Anda lihat di
SINI.
Standardisasi ekstrak tumbuhan obat di Indonesia merupakan salah satu tahapan penting dalam pengembangan obat asli Indonesia. Ekstrak tumbuhan obat dapat berupa bahan awal, bahan antara, atau bahan produk jadi. Ekstrak sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk jadi. Ekstrak sebagai bahan antara merupakan bahan yang dapat diproses lagi menjadi fraksi -fraksi, isolat senyawa tunggal ataupun tetap sebagai campuran dengan ekstrak lain. Adapun jika sebagai produk jadi berarti ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap digunakan, baik dalam bentuk kapsul, tablet, pil, maupun dalam bentuk sediaan topikal.Berbagai penelitian dan pengembangan yang memanfaatkan kemajuan teknologi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat yang berasal dari bahan alam. Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah pembuatan ekstrak tumbuhan berkhasiat obat yang dilanjutkan dengan standardisasi kandungannya untuk memelihara keseragaman mutu, keamanan, dan khasiatnya.
Tanaman gedi (Abelmoschus manihot), suku Malvaceae, merupakan tumbuhan tahunan yang berbatang tegak dengan tinggi sekitar 1,2 – 1,8 m. Kandungan mucilago dari tanaman tersebut terdiri atas polisakarida dan protein. Tanaman ini mengandung quercetin-3-o-robinobiosid, hyperin, isoquercetin, gossipetin-8-o-glukuronid, dan myricetin (Liu et al., 2006). Bunganya mengandung quercetin-3-robinoside, quercetin-3’-glikosida, hyperin, myrecetin, antosianin, dan hyperoside. Hyperoside memiliki kemampuan antivirus, antinosiseptif, antiinflamasi, kardioprotektif, hepatoprotektif, dan efek protektif terhadap gastrimukosal (lapisan membran mukus pada lambung). Daun gedi juga telah diuji dapat mencegah ovariectomy-induced femoral ostopenia (kondisi densitas mineral tulang yang lebih rendah dari batas normal pada bagian sendi tungkai akibat operasi pengangkatan rahim/ovarium) (Lin-lin et al., 2007; Jain et al., 2009). Tanaman gedi
juga dapat meningkatkan fungsi penyaringan glomerular, mengurangi proteinuria, hyperplasia messangium
yang dapat mengurangi kerusakan jaringan ginjal (Shao-Yu et al., 2006).
Senyawa flavonoid mempunyai berbagai fungsi penting untuk kesehatan, antara lain dalam menurunkan risiko serangan penyakit kardiovaskuler, tekanan darah, aterosklerosis, dan sebagai antioksidan (Hodgson et al., 2006). Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh. Berdasarkan strukturnya, flavonoid adalah turunan senyawa induk flavon yang mempunyai sejumlah sifat yang sama.
Aglikon flavonoid terdapat pada tumbuhan dengan bentuk struktur yang berbeda-beda. Setiap struktur
mengandung atom karbon dalam inti dasar yang tersusun dalam bentuk konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama dari alur sikimat dan alur asetat-malonat. Flavonoid dalam tumbuhan umumnya terikat sebagai glikosida, baik O-glikosida maupun C-glikosida (Markham, 1988; Harborne, 1987).
Flavonoid pada sayuran merupakan metabolit sekunder yang dimanfaatkan untuk kesehatan dan bahan pengkhelat yang menjadi penyumbang utama terhadap kapasitas fungsinya sebagai antioksidan. Selain berfungsi sebagai antioksidan, flavonoid juga dapat memodulasi jalur sinyal sel dan efeknya dapat ditandai pada fungsi sel dengan mengubah protein dan fosforilasi lemak dan modulasi ekspresi gen (ČÞ et al., 2010).
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai standardisasi mutu ekstrak tanaman gedi (Abelmoschus manihot L.) Medik agar diperoleh keseragaman mutu, keamanan, dan khasiatnya sebagai antioksidan.